Sunday, May 31, 2009

“2nd Birthday Party for Arham”



Tak terasa waktu berjalan sungguh cepat,..Tepatnya hari Selasa tanggal 10 Maret 2009, tiba saatnya kali ini Arham genap berusia 2th . “Alhamdulillah, puji syukur kehadirat-Mu ya Alloh atas karunia amanah-Mu ini...serta anugerah kesehatan untuknya. Semoga Papi – Ibuk bisa membimbingmu menjadi manusia yang bertaqwa dan berkualitas untuk sesama..amiin”

Perayaan ulang tahun kali ini..sedikit beda dengan tahun sebelumnya, berhubung Arham sudah punya banyak teman khususnya di kompleks Balikpapan Baru Kyoto ini. Hanyalah pesta sederhana di sore kala itu...sepulang papi kerja, Arham & Ibuk sudah siap-siap dengan perlengkapan pesta & kue ulang tahun tentunya.



Teman-temanpun mulai berdatangan satu per satu...mulai dari dik Chaterine & Bu Erni, kak Rajwa & Rafi tetangga sebelah,..keluarga cik Ika dan anaknya si Davine & kakak,...trus Nicholas & kak Grace bersama Bu Tintin. Masing-masing membawa kado surprise buat Arham...

Kue ultahpun segera dinyalakan....disertai tepuk tangan meriah...dan diiringi lantunan lagu “Selamat Ulang Tahun” buat Arham.





Seiring dengan berakhirnya lagu,..dipotonglah kue untuk dibagi-bagi...Arham sudah tak sabar motong kue sendiri. Hoooreeee!!!




Takterasa acarapun sudah berlalu 30 menit lebih..menjelang magrib, para tamupun mulai berpamitan...tak lupa sedikit bingkisan kita berikan kepada tamu yang hadir atas kesediaan waktunya.

Dan tiba saatnya buat Arham buat bongkar kado-kado....asyiknya..


Keceriaanpun terpencar dari raut muka Arham...saat memperoleh kado pemberian teman-teman..

“Happy birthday Arham...semoga sehat selalu..tumbuh kembang pesat..menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa,..Amiin”

Demikian cerita ulang tahun ke-2 Arham..


Sampai Jumpa...

Saturday, May 30, 2009

"Yang Unik dari Jogja"



1. “Misteri peradaban yang hilang.., kisah dibalik Candi Sambisari”

Saya lahir dan dibesarkan di perkampungan dekat keberadaan Candi Sambisari., namanya dusun Tempelsari. Cerita ke masa lalu di tahun 1980-an, waktu kecil saya sering diajak orang tua ke pasar Prambanan melalui proyek pemugaran candi ini. Karena seringnya melewati kedua candi ini, seringkali sejak kecil saya bertanya dalam hati dengan misteri candi dibawah permukaan tanah ini dan saya bandingkan dengan kemegahan candi Prambanan yang sudah berdiri kokoh sejak silam. “Kenapa candi ini bisa terkubur Candi Prambanan tidak, ada apa kejadian dibalik itu, dan kenapa pula tidak ada prasasti/bukti peninggalan jelas dari penguasa jaman dulu. “Pertanyaan tidak berhenti disitu,...biasanya peninggalan budaya tidak terlepas dari warisan sejarah/budaya dari nenek moyang dulu hingga sekarang....lihat aja masyarakat Bali yang masih bisa terlihat jelas asal usul peradabannya. Sungguh beda kondisinya dengan disini atau Jogja umumnya...tidak terlihat sama sekali warisan budaya/keahlian masyarakat silam yang terwariskan ke generasi kini khususnya seni pahat/patung. Alasan memang jelas....dalam tatanan budaya Jawa sempat terjadi peleburan budaya seiring dengan masuknya pengaruh baru agama Islam yang menggeser kepercayaan Hindu/Budha sejak jaman dulu. Bahkan itupun tercermin dari evolusi nilai-nilai budaya yang melekat dengan tradisi kerajaan Hindu/Budha masa lalu...kemudian dikenal adanya Mataram Hindu...yang kemudian berevolusi menjadi Mataram Islam sejak masa pemerintahan Panembahan Senopati (th 1575 Masehi berpusat di Kotagede), kemudian Kasultanan Yogyakarta dari pemerintahan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I th 1755 Masehi) hingga Hamengkubuwono X saat ini.

Kembali ke cerita candi Sambisari...hampir tidak ada cerita turun temurun dari para leluhur tentang asal muasal candi ini...dari penguasa siapa atau kerajaan apa masa itu. Kalau penasaran boleh dicrosscheck dengan bertanya ke masyarakat sekitar situ tentang asal muasal candi ini....rata-rata mereka juga tidak tahu, yang masih ingatpun paling cerita penemuan kembali situs candi ini. Adalah Karyowinangun, seorang petani yang berjasa dalam penemuan situs candi ini di tahun 1966. Kejadian langka dialaminya, ketika sedang mengayunkan cangkulnya ke tanah sawah dan membentur sebuah batu besar yang setelah dilihat memiliki pahatan pada permukaannya. Sebelumnya petani disitupun merasa aneh juga, dengan keberadaan banyak tikus di sawah mereka dan belum diketahui darimana asal sarangnya. Setelah kejadian itu, dinas Purbakala menetapkan area persawahan Karyowinangun sebagai suaka Purbakala dan memulai pekerjaan penggalian (ekskavasi) serta pemugaran. Baru di tahun 1987, setelah 21 tahun Candi Sambisari inipun selesai dipugar dan mulai bisa dikunjungi. Sekarang ini, kita beruntung bisa menikmati keindahan candi warisan ini yang masih meninggalkan misteri siapa penguasa yang memprakarsai pembuatannya waktu itu, Hal ini dikarenakan belum jelas keberadaan bukti otentik prasasti yang menjelaskan asal muasal candi ini....So tidak salah kalau aku menyebutnya ini suatu misteri....entah sampai kapan.

**Misteri bagian-1**
Oh ya....bagi yang belum tahu keberadaan Candi Sambisari, for your info candi ini terletak sekitar 10 km sebelah timur Jogja, persisnya lewat jalan Jogja-Solo menuju ke arah Prambanan, setelah pertigaan bandara Adi Sucipto ada jalan kecil menuju ke utara kurang lebih 3 km (trus ikutin aja papan petunjuknya).

Sesuai dengan dokumentasi di ruang informasi, arca-arca yang ditemukan melambangkan agama yang melatarbelakangi berdirinya Candi Sambisari adalah Hindu Siwaistis.Sedangkan tahun dibangunnya candi ini masih belum diketahui secara pasti. Namun jika ditinjau dari arsitektur dan jenis batuan yang digunakan, diperkirakan candi ini didirikan pada abad ke-9. Adanya penemuan lempengan emas bertuliskan huruf Paleograf yang merupakan tulisan pada awal abad ke-9 memperkuat interpretasi ini. Nah untuk raja/pemerintahan siapa pada waktu itu juga masih misteri, namun dari prasasti Wanua III tahun 908 tentang raja-raja dinasti Mataram Hindu, raja yang memerintah antara tahun 828 - 846 Masehi adalah Rakai Garung. Namun belum tentu candi ini dibangun oleh raja yang memerintah saat itu.



Candi ini terdiri dari sebuah candi induk yang menghadap ke barat dan 3 buah candi perwara (candi pendamping) di bagian depannya. Candi induk berukuran 13,65 x 13,65 meter dengan tinggi 7,5 meter sedangkan candi perwara kira-kira berukuran 5 x 5 meter. Di bagian candi induk terdapat sebuah tangga masuk dengan hiasan Makara di kanan kirinya. Terdapat relief manusia berperut buncit seolah-olah menyangga Makara. Di rongga mulut Makara terdapat patung semacam singa tapi kepalanya manusia dengan jenggot panjang.

Begitu memasuki gerbang, dijumpai badan candi yang berupa ruangan berukuran 5 x 5 meter dengan selasar selebar sekitar 2,5 meter mengelilingi candi. Di selasar ini kami menemukan batu pipih dengan tonjolan di atasnya sebanyak 12 buah, masing-masing 8 buah berbentuk lingkaran dan 4 buah berbentuk persegi. Pada dinding badan candi, terdapat relung-relung yang berisi relief Agastya di sebelah selatan, Ganesha di sebelah timur (belakang), dan Dewi Durga di sebelah utara.

Di dalam ruangan terdapat Lingga yang berada di atas Yoni yang merupakan simbol seksualitas laki-laki dan wanita. Lingga merupakan representasi dari alat kelamin laki-laki dan Yoni merupakan representasi alat kelamin wanita. Lingga ini juga merupakan lambang Siwalingga, khususnya kemaluan Dewa Siwa. Hal ini yang mendasari interpretasi penganut kepercayaan di waktu itu adalah Hindu Siwaistis.


Dengan membandingkan beberapa situs purbakala peninggalan peradaban Jawa Kuno yang juga dijumpai disekitarnya yaitu Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Prambanan dan lainnya, menunjukkan waktu itu sudah terjalin hubungan harmonis antar keberagaman umat beragama. Candi Kalasan yang terletak +/- 6 km disebelah timur Candi Sambisari adalah candi dengan latar belakang Buddha tertua yang ditemukan di Jawa Tengah, dibangun pada tahun 778 oleh Rakai Panangkaran sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Tara. Candi Sari yang terletak beberapa ratus meter dari Candi Kalasan, diperkirakan dibangun pada masa yang sama sebagai asrama para pendeta Buddha.Selanjutnya kawasan Candi Lara Jonggrang Prambanan dari awal dikenal sebagai candi Hindu terbesar di Indonesia. Disekitar Prambanan juga ditemukan 3 gugusan candi, yaitu : Candi Lumbung, Candi Bubrah dan Candi Sewu yang berlatar belakang Buddha. Jadi bisa dibayangkan kan…betapa harmonisnya kerukunan antar umat beragama pada waktu itu.

**Misteri bagian ke-2****
Saya lebih tertarik untuk mengetahui misteri keberadaan Candi Sambisari ini sendiri, yang berada 6.5 meters dibawah permukaan tanah. Dari berbagai penelitian memang letusan Gunung Merapi-lah yang diketahui sebagai penyebab utama terpendamnya bangunan candi ini. Seperti diketahui letak candi ini berada sekitar 30 km dari pusat erupsi Merapi...jadi diperkirakan material yang menimbun adalah aliran lahar dingin yang akan diulas lebih lanjut. Kenapa lahar dingin....pertama karena jaraknya yang lumayan jauh dari pusat erupsi dan yang kedua situs-situs yang ditingalkan tidak rusak parah, bayangkan saja kalau yang menimbun aliran lava&lahar panas....sudah pasti kita tidak akan menemukan bentuk warisan candi seperti sekarang ini.

Dalam khayalan saya...masyarakat dulu akan memilih tinggal hidup di sekitaran sumber kehidupan yaitu air....air yang mengalir tentulah sungai. Mengapa? Jangan dibandingkan dengan keadaan sekarang dimana orang bisa mengebor tanah untuk mendapatkan air...jaman dulu tentu teknologi ini belum ada.. jadi orang akan lebih memilih tinggal disekitar sungai untuk sumber kehidupan mereka termasuk untuk bisa bertani dan beternak.Dimasa kecil, saya sering bermain dan explore banyak hal dengan bermain di sungai dan persawahan dekat kampung saya. Adalah Kali Kuning dengan air nan jernih... Jadi saya bisa bayangkan orang akan mencari minumpun disini, mencari ikan, mengairi sawah semua bersumber dari sungai ini. Saat ini...anda bisa menjumpai aliran sungai ini disebelah barat lokasi candi, mengalir dari lereng Merapi ke selatan. Perkiraan melalui aliran sungai ini pula, aliran lahar dingin Merapi produk erupsi hebat jaman dulu mampu menimbun keberadaan candi ini. Dalam pengamatan saya....dibagian tebing sungai Kali Kuning yang berbatasan dengan kampung saya, terdapat lapisan soil berada sekitar 3 meter dari permukaan yang menandakan 2 produk lapisan pengendapan yang berbeda dan dimungkinkan lapisan atas merupakan produk aliran lahar dahsyat waktu itu...Hal ini diperkuat juga dengan penemuan lapisan lahar Merapi setebal tiga meteran di situs Wonoboyo, sekitar tahun 1990-an di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jateng. Selama beberapa kali penggalian di sana, pakar arkeologi Balar Yogya dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jateng, menemukan perhiasan emas, pecahan gerabah, serta struktur bangunan yang menunjukkan bekas hunian yang memiliki tanaman pekarangan di kedalaman lapisan tersebut" kata Siswanto yang lulusan biologi.

LETUSAN hebat Gunung Merapi, menurut Nurhadi, sebenarnya tercatat dalam sejarah kuno Indonesia. Misalnya, laporan RW van Bemmelen, menyebutkan suatu letusan hebat merapi, hingga melenyapkan sebagian puncak dan membuat pergeseran lapisan tanah ke arah baratdaya, antara lain membentuk Gunung Gendol karena membentur lempengan Pegunungan Menoreh. (The Geology of Indonesia, 1949)Letusan disertai gempa bumi, banjir lahar, hujan abu dan batu-batuan sangat mengerikan. Bencana alam ini mungkin merusak ibu kota Medang dan banyak daerah permukiman di Jawa Tengah, sehingga oleh rakyat dirasakan sebagai pralaya atau kehancuran dunia. (Boechari, Some Consideration on the Problem of the Shift of Mataram's Center, 1976)

Letusan diduga terjadi di masa pemerintahan Rakai Sumbah Dyah Wawa seperti tertoreh dalam beberapa prasasti buatan sekitar tahun 928. "Bencana alam besar ini terkenal dengan sebutan pralaya atau kehancuran dunia," ujar Nurhadi. "Beberapa pakar epigrafi yang menafsir dari kalimat prasasti kuno, menduga setelah peristiwa pralaya itulah, kaum kerabat raja dan pejabat tinggi kerajaan Mataram Kuno mengungsi ke arah timur," ujar Nurhadi. Mengapa para leluhur Mataram Kuno memilih mengungsi ke Jawa Timur, karena di daerah ini sudah dikenal ada penguasa daerah yang tunduk kepada Mataram, yaitu daerah Kanuruhan, Pu Sindok membangun ibu kota baru, yaitu di Tamwlang. Sesuai dengan landasan kosmologis kerajaan, maka kerajaan baru itu dianggap sebagai dunia baru ... masa pemerintahan dan cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana." (Sejarah Nasional Indonesia, 1985)

Sumber:- “Mysteries of the Ancient Java – Episode 1”, transkrip video dokumenter Produksi: Galeri Video Foundation, 2006) by Dwi Sriningsih, 31 mei, 2008- “Kuburan Candi dan Pralaya Gunung Merapi”, artikel Kompas, Jumat, 23 Februari 2001

**Misteri bagian ke-3**
Lanjut menguak misteri berikutnya adalah evolusi erupsi Gunung Merapi sendiri. Seperti dituturkan oleh Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc (Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN Yogyakarta) di Kompas, Sabtu 22 April 2006; Gunung Merapi dikenal atraktif karena tidak pernah tidur nyenyak, waktu istirahat biasanya 3-5 tahun lalu giat lagi. Bahkan, terkadang siklusnya hanya dua tahun saja seperti terjadi pada tahun 1994-1998, atau 1980-1984.Dulu, 1.000 tahun yang lalu (1006 Masehi), menurut peneliti terdahulu Van Bemmelen (1949) Merapi dikabarkan pernah meledak dahsyat. Akibat dari letusan ini, sebagian puncak runtuh, melorot, dan longsor ke arah barat daya, tertahan oleh Perbukitan Menoreh, kemudian membentuk gundukan-gundukan bukit yang dikenal sebagai Bukit Gendol. Hipotesis letusan dahsyat Merapi 1.000 tahun silam ini masih menjadi perdebatan para ahli. Namun, pada kenyataannya hingga kini tak seorang pun mampu menyebut angka tahun secara pasti kapan letusan besar masa lampau itu terjadi.

Benarkah pernah ada letusan besar Merapi? Di dusun-dusun Kadisoka, Kedulan, dan Sambisari (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) terdapat candi-candi kuno peninggalan masa Dinasti Mataram Hindu, yang ketika diketemukan terkubur oleh endapan lahar dan abu vulkanik setebal 6-8 meter. Di tempat-tempat tersebut dapat dijumpai lapisan endapan abu vulkanik yang ketebalannya 20-60 sentimeter. Sementara itu, di daerah Borobudur tebal lapisan abu dan pasir vulkanik mencapai 200 sentimeter. Letusan kecil tidak mungkin menghasilkan lapisan abu setebal itu.Aktivitas Merapi pada abad ke-9-11 disinyalir menjadi salah satu pendorong berpindahnya pusat kebudayaan Mataram ke Jawa Timur. Letusan-letusan Merapi masa lalu juga pernah menguruk danau yang dahulu mengitari Candi Borobudur. Konon, semula candi Buddha tersebut dibangun di tengah danau dan digambarkan bak ceplok bunga teratai di tengah kolam.
Merapi mengalami evolusi dalam masa hidupnya. Tipe letusannya berubah-ubah. Pada awalnya magma Merapi encer, bersifat basa, dan mobilitas cukup tinggi. Ketika itu tipe letusannya efusif, tidak meledak, hanya melerkan lava dalam volume besar. Kemudian sifat magma berangsur-angsur berubah menjadi lebih kental, lebih asam, dan mobilitasnya merendah. Tipe erupsinya berselang-seling antara efusif dan eksplosif (meledak).

Pada perkembangan terakhir, magma Merapi menjadi sangat kental, tekanan gas rendah, dan pergerakannya sangat lamban. Karena kentalnya, maka ketika mencapai permukaan, magma akan mengonggok di sekitar mulut kawah membentuk kubah lava (Kusumayudha, 1988, Newhall & Bronto, 1995, Camus et al, 2000).Gundukan kubah lava sewaktu-waktu dapat gugur oleh desakan dari dalam. Guguran itu menghasilkan aliran piroklastik yang dikenal sebagai awan panas atau wedus gembel (karena penampilannya bergulung-gulung berwarna kelabu kelam, bergerak cepat, seperti sekawanan domba menuruni lereng). Erupsi seperti ini yang disebut sebagai tipe Merapi.Gunung Bibi di lereng timur Merapi merupakan endapan lava hasil kegiatan Merapi paling primitif (Proto Merapi). Sementara itu, Gunung Turgo dan Gunung Plawangan di Kaliurang merupakan produk Merapi berikutnya (Merapi Tua).Berbeda dengan Merapi Tua dan Merapi Primitif yang menghasilkan endapan lava sangat tebal, Merapi yang lebih muda memproduksi endapan lava yang tipis-tipis, lahar hujan, dan piroklastik fraksi halus (tuf atau abu vulkanik). Letusan Merapi Masakini (2.000 tahun) pada umumnya ke arah barat, barat daya, dan selatan. Sebelumnya, letusan Merapi diduga ke segala arah.

Mengutip artikel Kapa85 uniga malang: hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wirakusumah (1989), Berthommier (1990), Newhall & Bronto (1995) dan Newhall et al (in press). Wirakusumah (1989) membagi Geologi Merapi menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua. Penelitian yang dilakukan sesudahnya semakin merinci unit-unit stratigrafi di Merapi.
Secara garis besar sejarah G. Merapi dapat dibagi menjadi 4 bagian (Berthommier, 1990):
-PRA MERAPI (lebih dari 400.000 tahun yang lalu)
Sebelum terbentuk Gunung Merapi, pada masa ini sudah terdapat apa yang sekarang nampak sebagai Gunung Bibi, gunung basaltik andesit, yang terletak di lereng timur Merapi, termasuk di daerah Boyolali. Walaupun sama sepeni lava Merapi berjenis basalt-andesitik, batuan gunung Bibi berbeda dari batuan Merapi, karena tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2050 meter di atas muka laut. Lokasi ini dapat dicapai melalui desa Cepogo naik ke arah Merapi. Jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekitar 2.5 kilometer. Karena umurnya yang jauh lebih tua darl gunung Merapi bukit ini telah mengalami alterasi yang kuat, contoh batuan segar sudah sulit sekali ditemukan. Umurnya diperkirakan sekitar 700.000 tahun.
-MERAPI TUA (60.000 sampai 8000 tahun yang lalu) Pada masa ini mulal lahir Gunung Merapi dan merupakan fase awal dari pembentukannya. Kerucut G. Merapi belum terbentuk sempurna. Produk erupsinya bervariasi. Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltik; dari awanpanas, breksiasi lava dan lahar.
-MERAPI PERTENGAHAN (8000 sampai 2000 tahun yang lalu) Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan "debris-avalanche" (sebagaimana terjadi di Mount St. Helens, dalam skala kecil), ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 kilometer, lebar 1-2 kilometer dengan beberapa bukit di lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.
-MERAPI BARU (2000 sampai sekarang) Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai Gunung Anyar. Aktivitas Merapi terdiri dari aliran basalt dan andesit lava, awanpanas serta letusan magmatik dan phreatomagmatik. Kubah lava menjadi pusat aktivitas Gunung Merapi sampai saat ini.Batuan dasar dari G. Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini berumur sekitar 2000 tahun. Letusan besar dari G. Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah menutupi Candi Sambisari yang terletak + 23 km dari G. Merapi. Newhall et al (in press) juga menyatakan bahwa akibat letusan besar di masa lalu dari G. Merapi, material hasil letusannya diperkirakan telah membendung K. Progo yang kemudian membentuk danau. Namun demikian, waktu dari letusannya masih diperdebatkan.

Sejarah letusan Sudah tidak terhitung berapa kali Merapi meletus, baik besar maupun kecil. Letusan-letusan Merapi yang membawa korban jiwa, yang tercatat dalam buku data dasar Gunungapi Indonesia (1979), antara lain terjadi pada tahun 1672, menghasilkan awan panas dan banjir lahar hujan yang menelan 300 jiwa manusia. Diduga tipe letusan ketika itu adalah Plinian.
Tahun 1930-1931 Merapi meletus dengan tipe Plinian, menghasilkan aliran lava, piroklastika, dan lahar hujan, dengan korban 1.369 orang meninggal.
Tahun 1954, kegiatan Merapi menghasilkan awan panas, hujan abu dan lapili, korban 64 orang meninggal.
Pada tahun 1961, terjadi aliran lava, awan panas, hujan abu, dan bahaya sekunder berupa banjir lahar hujan, enam orang meninggal sebagai korban. Pada saat itu Magelang dan sekitarnya sempat remang-remang dibalut abu dan debu vulkanik.
Pada tahun 1969, terjadi letusan cukup besar, ada awan panas letusan, guguran kubah lava, hujan abu, dan bom gunung api, korban manusia tiga orang.
Letusan tahun 1972-1973 termasuk tipe volkano, menghasilkan semburan asap hitam setinggi tiga kilometer di atas puncak, hujan pasir dan kerikil di Pos Babadan, guguran awan pijar ke Kali Batang sejauh tiga kilometer.
Pada hari Selasa, 22 November 1994, sekitar pukul 10.00 selama lebih kurang dua jam Merapi mengeluarkan wedus gembel-nya ke arah Kali Boyong, menelan 67 korban manusia.
Februari 2001, Merapi giat lagi. Seperti biasanya, aktivitasnya ini berupa guguran kubah lava membentuk awan panas. Arah guguran pada waktu itu ke selatan-barat daya. Kepulan wedus gembel-nya terlihat dari Kecamatan Depok yang berjarak 25 kilometer dari puncak.
Kali ini Mei 2006, Merapi aktif bergolak lagi...dengan aktifitas kurang lebih seperti tahun 2001.


Sumber:- “Sejarah, Evolusi dan Letusan Merapi” artikel Kompas, Sabtu 22 April 2006, Dr Ir Sari Bahagiarti Kusumayudha MSc Ketua Penyelenggara Volcano International Gathering 2006; Dekan Fakultas Teknologi Mineral UPN Yogyakarta

English version: on going
(by zainal arifin suwito)
Copyright @May-2009